Daerah

Konflik Tanjung Balai bukan hanya dipicu unsur SARA


Konflik Tanjung Balai bukan hanya dipicu unsur SARA
pesisirnews.com
Peserta FGD “Memperkokoh persatuan dalam keberagaman di Propinsi Sumatera Utara, Kericuhan Tanjung Balai menjadi momentum persatuan ummat di Sumatera Utara”, Medan, (11/8/2016).

PESISIRNEWS.COM, MEDAN - Konflik Tanjung Balai bukan semata-mata dipicu unsur SARA, melainkan akumulasi dari berbagai permasalahan sosial ekonomi termasuk pengaruh Narkoba. Demikian antara lain kesepakatan yang dicetuskan dalam Focus Group Discussion (FGD) "Memperkokoh persatuan dalam keberagaman di Propinsi Sumatera Utara, Kericuhan Tanjung Balai menjadi momentum persatuan ummat di Sumatera Utara", yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Islam [HMI] Cabang Medan, pada Kamis (11/8/2016), di jalan Kesawan Medan.


Dalam keterangannya, Musatafa Habib mewakili HMI Cabang Medan, menyampaikan bahwa diskusi ini diharapkan dapat membuahkan hasil berupa rekomendasi-rekomendasi sederhana yang nantinya barangkali dapat menjadi wacana bagi pemerintah dalam mengatasi persoalan-persoalan sosial.


"Salah satunya, misalnya, wacana terbitnya Perda Bahasa Indonesia dengan mewajibkan seluruh etnis, golongan, menggunakan bahasa Indonesia dalam interaksi kehidupan sehari-hari. Sehingga tidak terjadi salah faham karena penggunaan bahasa-bahasa yang berbeda," tuturnya dalam forum.


"FGD yang dilatar belakangi oleh peristiwa konflik pembakaran rumah ibadah di Tanjung Balai ini dimaksudkan untuk membangun kesadaran bersama akan pentingnya toleransi atas keberagaman [Suku, Agama, dan Ras] di Sumatera Utara," tambahnya.


Kegiatan ini juga dihadiri kelompok Cipayung serta Harry, Kasat Intelkam mewakili Polresta Medan, H.M Effendy Pakpahan mewakili FKUB Medan, Pendeta Hotman Hutasoit mewakili Persatuan Gereja Indonesia [PGI] Wilayah Sumatera Utara, Rikson Wesley dan Monica Sitanggang mewakili PMKRI, Maman Silaban dan Welly Limbong mewakili GMNI.


Effendy Pakpahan, dalam kesempatan tersebut juga menyatakan bahwa dalam konteks kerusuhan lalu, solusinya ialah tidak usah diungkit persoalan yang lalu. "Mari saling memaafkan dan membangun silaturahmi antar sesama ummat. Soalnya agama tidak mengajarkan kekerasan dan kebencian," ujarnya.


Pada sesi akhir FGD seluruh peserta menyepakati beberapa rekomendasi yang telah disusun, antara lain mendukung upaya Polda Sumut dalam melakukan penangguhan penahanan terhadap beberapa tersangka pelaku yang diduga melakukan aksi pengerusakan rumah ibadah di Kota Tanjung Balai, serta mendorong agar penyelesaian kasus kerusuhan Tanjung Balai dilakukan secara komprehensif dengan membangun kembali kerukunan umat beragama di Tanjung Balai.


Forum sepakat bahwa pengrusakan yang dilakukan adalah aksi spontanitas emosi massa yang tidak terkontrol akibat adanya provokasi aksi inteloran oknum tertentu. Sehingga penegakan hukum terhadap pelaku aksi pengrusakan justru tidak akan efektif dalam membangun resolusi konflik di Kota Tanjung Balai. (Red)

Penulis: