JAKARTA,PESISIRNEWS.COM-Kebersamaan Inter Milan bersama Erick Thohir resmi berakhir. Kemarin, bos Mahaka Group tersebut melepas 31,05% kepemilikan sahamnya di La Beneamata.
Mengutip situs resmi Inter, LionRock (perusahaan investasi asal China yang berbasis di Singapura) menjadi pembeli saham milik Erick. Nilai pembelian 31,05% saham itu tidak disebutkan.
Baca: Lepas Saham Inter Milan, Erick Thohir Dapat 2,4 T
Namun media-media Italia memberi bocoran nilainya sekitar EUR 150 juta. Sebelumnya, Erick juga menjual 68,55% saham Inter miliknya ke Suning Group (yang juga dari China) dengan harga mendekati EUR 200 juta.
Artinya, Erick mendapat dana sekitar EUR 350 juta dari penjualan sahamnya di Inter. Kala membeli 70% saham Inter pada 2013, Erick 'hanya' mengeluarkan dana EUR 250 juta, mengutip Forbes.
Jadi, Erick mendapatkan cuan EUR 100 juta dari Inter. Kalau dihitung dengan kurs saat ini, keuntungan yang diraup Erick mencapai sekira Rp 1,6 triliun.
Bagaimana kinerja Inter semasa kepemimpinan Erick? Well, hasilnya sebenarnya lumayan. Ada tren perbaikan di sisi finansial.
Mengutip Forbes, pendapatan bersih Inter pada 2013 adalah US$ 236 juta. Angka itu turun hingga ke US$ 199 juta pada 2017, sebelum melesat menjadi US$ 285 juta karena kembalinya Inter ke Liga Champions.
Namun rezim Eric di Giuseppe Meazza mampu membawa Inter lebih efisien dan mampu mengoptimalkan potensi dirinya. Ini tercermin dari pendapatan operasional bersih yang terus membaik, dari defisit menjadi surplus.
Akibatnya, nilai valuasi Inter pun meningkat. Pada 2013, valuasi Inter ditaksir US$ 401 juta dan akhir 2017 melesat menjadi US$ 537 juta.
Erick sepertinya cukup berhasil mengubah kultur keuangan di Inter. Kala Massimo Moratti menjadi Inter-1, publik Italia menjuluki klub pemegang 18 gelar juara Serie A ini sebagai 'lubang hitam'.
Kecintaan total Moratti kepada Inter membuat klub bergantung kepadanya, semua berpusat dan terisap ke sosok sang pengusaha minyak. Moratti adalah Inter, dan Inter adalah Moratti.
Erick berhasil mengubah kultur ini, Inter dikelola layaknya perusahaan. Kinerja keuangan Inter bukan lagi bergantung kepada sosok Moratti, tetapi betul-betul menjadi sebuah korporasi.
Meski secara bisnis Erick cukup berhasil, tetapi Inter sejatinya adalah entitas olahraga. Keberhasilan Inter sebagai sebuah entitas bisnis menjadi tidak berarti kala tidak dibarengi dengan prestasi di lapangan.
Pada era Moratti, Inter berhasil dibangun menjadi dikembalikan sebagai kekuatan menakutkan di Italia bahkan Eropa. Inter berhasil meraih gelar Serie A lima kali beruntun, dan sebuah treble winners pada 2010. Belum ada klub Negeri Pizza yang mampu merengkuh gelar Serie A, Coppa Italia, dan Liga Champions dalam semusim.
Namun kala dipimpin Erick, Inter seolah kembali ke era medioker. Pada musim 2012/2013, Inter hanya mampu finis di peringkat 9, terburuk sejak 1974/1975. Posisi terbaik selama era Erick adalah rangking 4 pada 2015/2016 dan 2017/2018.
Semasa Moratti memegang kendali, Inter juga mampu menjadi magnet bagi pemain-pemain berkelas dunia. Bahkan Inter mampu dua kali memecahkan rekor transfer kala memboyong Ronaldo Luiz Nazario de Lima dan Christian Vieri. Walau mungkin kedatangan mereka adalah cermin keuangan yang tidak sehat (karena subsidi penuh dari Moratti).
Saat meraih treble winners, skuat Inter dijejali pemain tingkat dewa. Julio Cesar, Lucio, Walter Samuel, Maicon, Esteban Cambiasso, Wesley Sneijder, Samuel Eto'o, sampai Diego Milito.
Namun kala Erick memegang kendali, Inter kehilangan daya magisnya sebagai pelabuhan pemain-pemain bintang. Mungkin paling top hanya kedatangan Philippe Coutinho, yang kini menjadi pemain termahal kedua dunia. Atau Mauro Icardi, yang konsisten menjadi salah satu penyerang paling rajin membobol gawang lawan.
Selebihnya yang datang 'hanya' sekelas Rodrigo Palacio, Joao Miranda, Borja Valero, Eder, Geoffrey Kondogbia, dan sebagainya. Jomplang dibandingkan skuat treble winners.
Oleh karena itu, kepergian Erick dari Inter mewariskan kenangan yang agak campur-aduk. Erick memang berhasil menyehatkan keuangan Inter, tetapi tidak mampu meneruskan kejayaan yang ditorehkan Moratti.
Kesimpulannya adalah: Inter bukan sekadar entitas bisnis, tetapi juga entitas olahraga.
TIM RISET CNBC INDONESIA