KABUL (Pesisirnews.com) - Ketika Taliban mengambil alih Afghanistan pada Agustus lalu, ada harapan bahwa negara itu akhirnya akan damai setelah beberapa dekade dilanda perang.
Pada tahun ini rakyat Afghanistan untuk pertamakalinya melaksanakan ibadah bulan suci Ramadan di bawah rezim Taliban, menyusul penarikan pasukan AS yang dahsyat.
Namun di bawah kendali Taliban, semarak bulan Ramadan tak begitu lagi dirasakan rakyat di negara ini kerena situasi yang belum kunjung membaik di mana lebih dari setengah penduduk Afghanistan menghadapi kerawanan pangan akut.
Melansir laporan jurnalis dan penulis Afghanistan, Modaser Islami dilaman alaraby.co.uk, sabtu (30/4), PBB menggambarkan krisis kemanusiaan terburuk di dunia saat ini tengah terjadi di negara yang menerapkan hukum agama secara ketat ini.
PBB memperkirakan bahwa 97 persen warga Afghanistan bisa jatuh ke dalam kemiskinan tahun ini yang akan membuat masa depan negara ini menjadi semakin suram.
Ekonomi Afghanistan kini sangat bergantung pada bantuan, di mana sebagian besar didanai oleh donor internasional.
Banyak proyek pembangunan terhenti setelah penarikan pasukan keamanan internasional pasca pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban.
Pembekuan selanjutnya dana Afghanistan dalam cadangan luar negeri dan sanksi internasional semakin mendorong ekonomi negara ini ke tepi kehancuran. 
Pakar ekonomi Afghanistan, Osman Hamim mengatakan bahwa dengan sebagian besar pekerjaan konstruksi terhenti dan sektor pembangunan hampir tidak berfungsi, pendapatan masyarakat turun secara signifikan, terlebih banyak dari mereka benar-benar kehilangan pendapatan.
"Industri konstruksi mempekerjakan banyak orang Afghanistan dan membantu pemasok mendapatkan keuntungan," kata Hamim kepada The New Arab yang dikutip Sabtu (30/4).
"Sebagian besar dari orang-orang ini tidak memiliki pekerjaan sekarang, sehingga, mereka tidak dapat menghidupi keluarga mereka,†ungkapnya.
