Kesehatan

Hilangkan Jejak Tar Rokok dalam Tubuh Butuh Waktu 15 Tahun

pesisirnews.com pesisirnews.com
Hilangkan Jejak Tar Rokok dalam Tubuh Butuh Waktu 15 Tahun
Ilustrasi rokok elektrik. Christopher Furlong/Getty Images
Pesisirnews.com, Yogyakarta - Tak banyak yang tahu kandungan tar dalam rokok lebih berbahaya ketimbang nikotin. Nikotin menyebabkan perokok kecanduan sehingga sulit menghentikan kebiasaan merokok. Sedangkan tar bersifat karsinogen yang menyebabkan kanker dan penyakit lainnya karena kandungan empat ribu zat berbahaya di dalamnya.

Tar itu asap hasil pembakaran dari tembakau rokok," kata Ketua Koalisi Bebas TAR (Kabar) dan Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia, dokter gigi Amaliya dalam Diskusi Publik Produk Tembakau Alternatif dalam Perspektif Kesehatan dan Hukum di UC Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu, 31 Oktober 2018.

Tar tak hanya dihasilkan dari pembakaran tembakau rokok. Namun juga ditemukan dari hasil pembakaran sampah, bahan bakar minyak seperti yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor. Lampu tempel berbahan bakar minyak tanah pun menghasilkan tar. "Kalau semalaman menyalakan lampu tempel dan esoknya bagian wajah banyak jelaga hitam, itulah tar," kata Amaliya mencontohkan.

Lantaran berbentuk asap, tar tak hanya membahayakan perokok yang menghirupnya. Melainkan juga orang-orang yang bukan perokok, tetapi ikut menghirup asapnya yang disebut dengan istilah perokok pasif. Tar membentuk lapisan lengket pada paru.

Tak heran, lanjut Amaliya, istri komedian Indro "Warkop", Nita Octobijanthy menderita penyakit kanker paru dan akhirnya meninggal. Nita bukan perokok, tetapi semasa hidup tinggal bersama Indro yang perokok berat. Begitu pula dengan Kepala Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho yang divonis menderita kanker paru stadium empat juga bukan perokok. Namun bekerja di lingkungan yang banyak perokoknya.

Pengamat hukum Ariyo Bimmo pun mengisahkan pernah nyaris batal melanjutkan sekolah ke Belanda. Lantaran hasil tes paru yang menjadi salah satu syarat melanjutkan sekolah di sana menunjukkan ada flek pada parunya. "Padahal saya bukan perokok. Tapi berada di ruangan yang ada perokoknya," kata Ariyo.

Dewan Penasehat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Jawa Barat, dokter Ardini Raksananagara menjelaskan, zat-zat berbahaya yang dikandung dalam tar beraneka rupa. Ada asam asetik yang biasa ditemukan dalam cairan pembersih lantai, asetanisol untuk bahan parfum, aseton untuk pembersih cat kuku, hydrogen sianida untuk racun tikus, methanol untuk membuat bahan bakar yang biasa jadi ramuan minuman keras oplosan, formalin untuk mengawetkan. Berbagai penelitian menyebutkan ada kandungan empat ribu zat berbahaya.

Tak hanya kanker paru, tar yang dihirup juga menyebabkan sejumlah penyakit. Seperti katarak, kanker mulut, kanker nasofaring atau kanker rongga mulut dan hidung, stroke, dan penyakit jantung. "Karena asap rokok yang dihirup itu melalui semua organ tubuh dari kepala sampai kaki," kata Ardini.

Kanker nasofaring, menurut Amaliya, merupakan kanker yang paling sering diderita perokok. Lantaran asap rokok masuk tubuh pertama kali melalui rongga mulut dan hidung. Gambar penderita kanker nasofaring banyak ditempel pada bungkus-bungkus rokok.

Lantas apakah perokok yang berhenti merokok bisa terhindar dari risiko bahaya penyakit yang mengancam? Menurut Amaliya, tak serta merta risiko itu hilang. Berdasarkan berbagai referensi penelitian, untuk menghilangkan jejak tar dalam tubuh dibutuhkan bagi perokok yang telah berhenti merokok selama 15 tahun. "Artinya, risiko serangan jantung dan stroke turun ke tingkat yang sama dengan yang bukan perokok itu setelah berhenti 15 tahun," kata Amaliya.

Untuk risiko kanker paru bisa diatasi separuhnya setelah berhenti merokok 10 tahun. Efek nafas pendek dan sesak serta batuk-batuk berkurang setelah 1-9 bulan. Sistem aliran darah membaik dan fungsi jantung meningkat setelah berhenti 2-12 pekan. "Dan nikotin dalam tubuh bisa hilang hanya butuh waktu 48 jam tak merokok," kata Amaliya. 


TEMPO.CO