Nasional

Jokowi : Pembentukan Tim Gabungan Kasus Novel tidak berkaitan dengan politik

Pesisirnews.com Pesisirnews.com
Jokowi : Pembentukan Tim Gabungan Kasus Novel tidak berkaitan dengan politik

Jakarta : Pembentukan Tim Gabungan Penyidikan Kasus Penyiraman Air Keras terhadap salah seorang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, menjelang pelaksanaan Debat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden menjadi pertanyaan banyak pihak.


Pasalnya, pembentukan tim menjelang debat capres dicurigai sebagai salah satu cara untuk menaikkan elektabilitas pasangan nomor urut 01, Joko Widodo - KH. Ma'ruf Amin.


Langsung saja hal itu dibantah oleh Joko Widodo. Calon pertahana itu mengatakan, bahwa pembentukan tim gabungan tersebut merupakan rekomendasi dari Komnas HAM, yang keluar pada pertengahan Desember lalu. Jokowi menuturkan, pembentukan Tim Gabungan untuk kasus Novel tidak berkaitan dengan urusan politik dan juga pemilihan Presiden.


"Itu rekomendasi bukan dari kita lho, itu rekomendasi dari Komnas HAM yang keluar seingat saya di pertengahan Desember, tanggal 21 Desember udah keluar rekomendasi Komnas HAM itu. Itu rekomendasi dari Komnas HAM, hati-hati. Rekomendasi dari Komnas HAM kepada Polri agar dibentuk Tim investigasi atau Tim gabungan agar masalah itu selesai. Tim terdiri dari KPK, Polri dan para pakar." Ujar Jokowi di Jakarta, pada Senin (14/1/2019).

Jokowi pun menambahkan, bahwa dirinya hanya bertugas mengawasi agar kasus Novel dapat terselesaikan hingga tuntas.


"Kalau saya, urusan saya mengawasi agar itu termonitor, mengawasi agar masalah ini segera selesai. Ini kan memang setiap kasus mesti kan harus ada bukti-bukti awal yang komplit. Saya itu bagian ngejar-ngejar saja, bagian mengawasi sama ngejar-ngejar. Harus selesai harus selesai, cepat selesai, itu aja tugas saya." Pungkas Jokowi.


Tim gabungan akan bekerja selama enam bulan terhitung mulai 8 Januari 2019 sampai dengan 7 Juli 2019.


Dari salinan surat tugas dengan nomor Sgas/3/I/HUK.6.6/2019 yang diterima Kompas.com, tim gabungan terdiri dari 65 orang.


Sebanyak 53 orang berasal dari Polri, dua orang pakar, satu akademisi, satu orang dari unsur organisasi masyarakat sipil, satu orang Komisioner Kompolnas, dua orang mantan Komisioner Komnas HAM, dan lima orang dari unsur KPK.

Penulis: Zanoer

Sumber: KBRN