Ketua Presidium IPW, Neta S Pane.Foto/Istimewa
Melihat memudarnya antusiasme masyarakat ini IPW menilai, ada empat kerugian besar jika Prabowo-Sandi hadir dalam reuni tersebut. Pertama, dengan minimnya jumlah peserta reuni, kredibilitas Prabowo Sandi akan melorot karena dianggap tidak mampu mengumpulkan massa dan tidak punya pendukung maksimal. Kedua, jika unsur elite partai pendukung tidak hadir dalam reuni akan muncul kesan bahwa Prabowo Sandi sudah ditinggal elite partai pendukungnya. Ketiga, jika Reuni 212 itu didominasi kalangan radikal, Prabowo akan dicap sebagai figur pemimpin radikal dan bukan mustahil para pendukungnya akan meninggalkannya atau takut memilihnya di Pilpres 2019.Keempat, jika terjadi kericuhan dalam acara Reuni 212, publik akan menuding, bagaimana Prabowo bisa memimpin negeri ini wong memimpin reuni saja ricuh. "Untuk itu IPW berharap, Prabowo Sandi berpikir ulang untuk hadir dalam acara Reuni 212," kata Neta dalam siaran tertulis yang diterima SINDOnews pada Sabtu pagi. Neta melanjutkan, kasus Ratna Sarumpaet harus jadi pelajaran penting bagi Prabowo. Kasus Ratna menunjukkan betapa lemahnya tim sukses dan tim intelijen Prabowo dalam menyikapi sebuah keadaan. Kasus Ratna juga menunjukkan betapa emosionalnya Prabowo dalam menanggapi sebuah isu dan situasi.
Semua itu membuat pasangan Prabowo-Sandi menjadi blunder, kedodoran dan terlihat tidak profesional.Terlepas dari semua itu, sebagai pasangan Capres Cawapres di Pilpres 2019, IPW justru berharap, Prabowo Sandi bisa menjadi pionir dalam menjaga keamanan dan situasi Jakarta yang kondusif. Figur jenderalnya harus identik sebagai figur pencipta keamanan. Jika Prabowo Sandi kembali bersikap blunder, salah perhitungan dan larut dalam belenggu elit elit yang radikal, masyarakat akan takut memilihnya di Pilpres 2019, apalagi cap sebagai figur "yang kalah" dan Orba masih menancap dalam figurnya. Prabowo Sandi memang harus cermat jika tidak mau kembali keok di Pilpres 2019.
Sumber Sindonews.com