Duniasaat ini masih berada dalam cengkeraman pandemi Covid-19. Data terakhir yang dilihat dari worldometer.info (19/7/20), total orang terinveksi Covid-19 di seluruh dunia berjumlah 14.238.254, dengan korban meninggal dunia sebanyak 600.430 orang. Angka-angka ini trennya belum menunjukan penurunan tetapi cenderung terus bertambah.
Virus Covid-19 yang diketahui berasal dari Wuhan Cina pada akhir Desember 2019, dalam tiga bulan berkembang menjadi pandemi global. Akibatnya, semua negara menerapkan pola baru dalam mengatur interaksi manusia. Pola itu dikenalkan dengan istilah physical distancing (pengaturan jarak fisik), dan social distancing (pengaturan jarak sosial). Gunanya untuk menekan penyebaran virus Covid-19 yang mudah menular kepada manusia.
Dampak pandemi Covid-19 membuat banyak aktifitas sosial dan aktifitas ekonomi terganggu. Bahkan aktifitas sosial dan ekonomi ada yang dihentikan untuk sementara waktu.
Aktifitas di tempat kerja pun mengalami pergeseran. Para pekerja kantoran seperti PNS dan karyawan swasta diminta pemerintah untuk bekerja dari rumah (work from home / WFH), kecuali pekerjaan yang dianggap vital seperti penegak hukum, petugas medis, operator produksi, dll.
Menurut sebuah studi oleh Mckinsey Global Institute, 80 persen tenaga kerja menikmati bekerja dari rumah. Melalui dukungan teknologi beberapa pekerjaan hingga rapat-rapat dapat diselenggarakan dengan efektif dari tempat masing-masing. Kekahawatiran bahwa bekerja dari rumah memengaruhi produktivitas pegawai pun tertepis.
Dari penelitian Mckinsey, 80 persen orang yang ditanya melaporkan bahwa mereka senang bekerja dari rumah. Empat puluh persen mengatakan bahwa mereka lebih produktif daripada sebelumnya, dan 28 persen mengatakan bahwa mereka sama produktifnya ketika bekerja di kantor.
Tanggapan mereka didasarkan pada waktu dan uang yang dihemat untuk perjalanan, menikmati fleksibilitas dan menciptakan keseimbangan antara kehidupan kantor dan keluarga.
Penelitian lain menunjukkan terdapat 13 persen karyawan yang bekerja dari rumah ternyata lebih produktif. Mereka yang bekerja dari rumah bahkan menggunakan waktu lebih banyak dalam hitungan per minggu dibandingkan dengan rekan kerja mereka yang berbasis di kantor.
Sejumlah perusahaan raksasa seperti Facebook dan Google telah menginstruksikan stafnya untuk bekerja dari rumah hingga akhir tahun. Twitter malah menjadikan WFH sebagai kebijakan permanen bagi karyawannya untuk bekerja dari rumah.
Yang menjadi pertanyaan adalah, setelah pandemi berakhir, apakah bekerja dari rumah masih terus dipertahankan?
Survei Gallup menunjukkan bahwa 54 persen pekerja Amerika Serikat (AS) akan meninggalkan pekerjaan mereka dan mencari pekerjaan alternatif yang memungkinkan mereka bekerja dari jarak jauh, atau mereka bisa melakukan pekerjaannya dari rumah. Artinya, itu menjadi sebuah catatan bagi korporasi dalam me-reposisi pekerjaan tertentu yang dapat dikerjakan di rumah ketika perusahaan ingin merekrut staf baru.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Saat tulisan ini dibuat, penulis belum menemukan sebuah studi mengenai seberapa banyak orang Indonesia yang bekerja dari rumah, dan bagaimana tanggapan mereka terhadap pekerjaan yang mereka lakukan dari rumah. Tetapi berdasarkan studi-studi yang sudah ada, kita dapat menemukan plus - minus pekerjaan yang dilakukan dari rumah.
Plus Minus Bekerja dari Rumah
Bekerja dari rumah dirasakan cukup besar manfaatnya, terutama bagi pekerja perempuan dimana mereka dapat melakukan tugasnya sebagai pekerja, sekaligus dapat mengurus kegiatan rumah tangga dan anak-anak. Sedangkan bagi pekerja pria, mereka mendapatkan waktu yang lebih fleksibel dari jam kerja yang panjang, waktu yang tidak terbuang karena mobilitas seperti tempat kerja yang jauh, kemacetan, dll.
Namun, ada juga sisi negatif dari pekerjaan yang dilakukan di rumah, misalnya hilangnya pertukaran ide yang mungkin muncul secara spontan saat karyawan sedang makan siang bersama. Bagi perusahaan, mereka harus memikirkan bentuk pengawasan baru untuk memastikan karyawan dapat bertanggung jawab dengan tugasnya tanpa pengawasan secara langsung dari atasan.
Perusahaan juga harus merumuskan kembali penilian kinerja yang digunakan dalam promosi jabatan, insentif, dan meyakinkan manajemen bahwa bekerja dari rumah dapat dipercaya dan memberikan hasil yang sama dengan pekerjaan yang dilakukan di kantor. Selain itu perusahaan harus memastikan keamanan siber terhadap pekerjaan yang menggunakan teknologi informasi.
Menurut sebuah penelitian, sejak 2014 pelanggaran keamanan siber telah meningkat sebesar 67 persen. Kasus pencurian laptop terjadi setiap 54 detik dan 92 persen pelanggaran data terjadi dalam satu detik. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melihat serangan cyber dua kali lipat ketika penyebaran pandemi. Parahnya, sebuah fasilitas pengujian vaksin mengatakan telah ditargetkan untuk ransomware. Ini belum termasuk ketersediaan, kelancaran dan keamanan jaringan internet di rumah karyawan terkait dengan keamanan data perusahaan.
Dari beberapa studi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pekerjaan yang dilakukan dari rumah tidak memengaruhi produktivitas dan kinerja karyawan, selagi pendelegasian pekerjaan dari kantor ke rumah dapat dilakukan secara profesional dan penuh tanggung jawab.
Sedangkan untuk perusahaan diperlukan penyesuaian sistem manajemen terkait dengan penilaian kinerja karyawan dan keamanan pada sistem IT mereka.
Terlepas dari plus minus pekerjaan yang dilakukan dari rumah, sebagai catatan, ada hal-hal lain yang harus kita renungkan dan dicari solusi yang tepat oleh pemangku kebijakan misalnya bagaimana nasib banyak pekerja industri, penjaga rantai pasokan, dan penyedia layanan yang harus bekerja hingga fajar menyingsing sambil berharap tidak tertular virus Covid-19?
Padahal hingga kini belum ada antivirus yang sudah teruji secara klinis dan efektif untuk menghentikan penularan serta infeksi yang disebabkan oleh virus Covid-19. (ajr)
Penulis: