Politik

Jokowi Dinilai 'Tukang Impor',Petani Emoh Memilihnya di Pilpres

Pesisirnews.com Pesisirnews.com
Jokowi Dinilai  'Tukang Impor',Petani Emoh Memilihnya di Pilpres

Foto instagram

JAKARTA,PESISIRNEWS.COM-Presiden Joko Widodo dinilai sebagai tukang impor oleh masyarakat. Karena itu barang impor pun membanjiri pasar. Mulai impor sembako sampai yang paling parah impor BBM. Padahal Indonesia negara dengan kekayaan melimpah tapi ironisnya suka impor.

Kebijakan Jokowi suka impor ini diyakini bakal menggerus elektabilitas petahana pada Pilpres tahun 2019. Rakyat tidak akan memilih Jokowi lagi.

Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem), Syafti Hidayat mengatakan, kebijakan impor pangan sangatlah merugikan petani karena diterbitkan pada masa panen raya. Petani pun tidak diuntungkan karenanya.

"Itu (impor pangan) menyengsarakan petani," ujar Syafti, Sabtu (19/1/2019).


Saat debat pertama Kamis malam, Calon Presiden 02, Prabowo Subianto mengaku bingung dengan perbedaan data pangan yang disajikan pemerintah. Pasalnya, kementerian terkait tidak memiliki data yang sama dalam menentukan kebiajakan impor khususnya impor pangan beras dan gula.


Misalkan data dari Kementerian Pertanian dan Perum Bulog menyebutkan Indonesia tidak perlu impor. Namun di sisi lain, Menteri Perdagangan malah mengimpor pangan dengan jumlah yang banyak.


Jokowi menegaskan, perbedaan pendapat di antara menteri merupakan hal yang biasa. Bahkan dia mempersilakan hal itu terjadi. Tapi Jokowi menggarisbawahi, bahwa dalam sebuah rapat telah diputuskan suatu keputusan, maka semua akan menaatinya.


Terkait itu, kata Syafti, Jokowi secara tak langsung sudah mengakui bahwa dirinya telah melakukan impor pangan. Dengan demikian diyakininya pada Pilpres nanti, mayoritas petani tidak akan memilih paslon 01.


"(Pernyataan Jokowi itu) sangat berpengaruh. Dukungan kaum tani di pedesaan kepada Jokowi akan merosot tajam," pungkas aktivis yang akrab disapa Uchok ini.

Bahkan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menyatakan, cara untuk menekan defisit neraca perdagangan di dalam negeri yakni dengan meningkatkan kapasitas ekspor. Di sisi lain, impor harus mulai dikurangi.

"Neraca dagang defisit itu tidak ada cara lain, ekspor kita tinggi, tapi tidak sebesar impornya, harus tingkatkan kapasitas ekspor dan kurangi impor," ujar Jusuf Kalla ketika memberikan sambutan dalam acara The World: Future Trajectory, Opportunity, and Challenges di Hotel Mandarin, Kamis (17/1).


Adapun dalam pidatonya, Jusuf Kalla juga menyoroti perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina, yang menimbulkan dampak ekonomi bagi dunia. Terkait hal tersebut, menurut Jusuf Kalla, Indonesia harus mengambil peluang dengan menjajaki pasar ekspor baru dan menyelesaikan negosiasi perdagangan bebas.


"Kita buka peluang ekspor ke banyak negara, perbaiki GSP dengan Amerika Serikat, masuk ke Uni Eropa, buka perdagangan," kata Jusuf Kalla.


Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2018 tercatat defisit sebesar 8,57 miliar dolar AS. Defisit tersebut menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah sejak 1975.


Defisit disebabkan impor selama tahun 2018 yang melonjak 20,15 persen menjadi 188,63 miliar dolar AS dari tahun sebelumnya 156,99 miliar dolar AS. Sementara, nilai ekspor hanya tumbuh 6,65 persen menjadi 180,06 miliar dolar AS dibanding tahun sebelumnya, 168,83 miliar dolar AS.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca dagang pada Desember 2018 kembali mengalami defisit sebesar 1,1 miliar dolar AS. Dengan demikian, telah terjadi defisit neraca dagang selama tiga bulan berturut-turut sejak Oktober 2018.

Sehingga, total defisit neraca dagang sepanjang 2018 adalah sebesar 8,57 miliar dolar AS. Selama 2018, Indonesia hanya mengalami surplus selama tiga kali yakni pada Maret, Juni, dan September.

Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri, mengatakan, Januari sampai November 2018 defisit neraca dagang sudah mencapai rekor terlebar sepanjang sejarah yakni sebesar 7,5 miliar dolar AS.

Kemudian jumlahnya meningkat menjadi 8,5 miliar dolar AS pada 2018. "Ini terburuk sepanjang sejarah," ujarnya, Selasa (15/1).

Penyebab defisit berasal dari sektor migas dan nonmigas. Menurut Faisal defisit migas meningkat, namun yang sangat disayangkan surplus nonmigas menciut tajam. (rmol/duta)

Penulis: Zanoer