JAKARTA, PESISIRNEWS.com - Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray
Rangkuti mengatakan kasus pengerahan pilihan pemilih oleh aparat keamanan
seperti Babinsa merupakan pelanggaran sangat serius dalam Pemilu.
Selain menandai adanya
sikap tidak netral aparat, tindakan itu juga berpotensi untuk mengintimidasi
calon pemilih. Intimidasi baik langsung ataupun tidak langsung terhadap pemilih
mrupakan kejahatan pemilu yang sangat serius.
Terhadap kasus ini, dia
meminta Bawaslu untuk segera bertindak sebelum kegiatan pengaraha oleh Babinsa
itu berlangsung masif.
"Bawaslu harus segera
bertindak. Sekalipun kasus ini hanya terdengar di Jakarta Pusat, tetapi bukan
berarti kasus ini dianggap sepi. Sebab, kasus pengerahan pilihan pemilih oleh
aparat keamanan merupakan pelanggaran sangat serius," kata Ray di Jakarta,
Kamis (5/6).
Sebagaimana diketahui,
warga di kawasan Jakarta Pusat diresahkan oleh pendataan siapa calon presiden
dan calon wakil presiden yang akan dipilih. Pendataan itu dilakukan oleh orang
yang mengaku bintara pembina desa (babinsa). Dalam pendataan itu, warga
diarahkan untuk memilih pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Ray menegaskan kegiatan
yang terjadi di Jakarta Pusat itu, selain menandai adanya sikap tidak netral
aparat, tindakan ini juga berpotensi untuk mengintimidasi calon pemilih.
Menurutnya, tindakan intimidasi itu jauh lebih serius dari sekedar kampanye
tidak tepat waktu.
"Kegiatan ini seperti
membenarkan pernyataan Presiden SBY dua hari lalu tentang adanya sikap anggota
TNI yang tidak netral. Artinya, bisa jadi kegiatan ini merupakan kegiatan yang
terdesain dan jika tak ditangani dengan segera akan dapat meluas dengan
cepat," ujarnya.
Dia mengharapkan respon
cepat dari Bawaslu. Bawaslu jangan hanya menunggu dan serba disuguhkan. Jika
Bawaslu peduli, semestinya langsung melakukan investigasi dan membawa pelakunya
ke aparat penegak hukum.
"Tak perlu ada laporan
resmi. Bawaslu jangan hanya menjadi lembaga yang sibuk mengawasi hal-hal spele
tapi malah luput menangani kasus-kasus yang mengancam prinsip-prinsip pemilu
yakni adil, jujur dan bebas," ujarnya.
Pendapat serupa disampaikan
peneliti dari Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Lusius
Karus. Menurutnya, pengerahan Babinsa untuk mendukung capres tertentu merupakan
pelanggaran serius terhadap posisi TNI yang netral.
Jika keterlibatan Babinsa
merupakan mobilisasi dari pasangan capres tertentu artinya pasangan tersebut
secara telanjang mengangkangi janji setia yang diucapkan saat deklarasi
kampanye berintegritas beberapa malam lalu.
Dengan kata lain, deklarasi
yang diinisiasi KPU dan Bawaslu adalah ritual tipu muslihat. KPU serta Bawaslu
harus bertanggung untuk mengembalikan integritas yang sudah diucapkan pasangan
capres di hadapan mereka.
"Rekayasa dengan
memanfaatkan kekuasaan maupun relasi tertentu dengan institusi merupakan penodaan
serius terhadap martabat pemilu.
Saatnya rakyat tak perlu
ragu untuk melupakan capres tak berintegritas, yang memanfaatkan Babinsa untuk
kepentingan meraih kekuasaan melalui pemilu," tegasnya.(bsc)