Tekno

Kemana Jiwa Setelah Manusia Mati? Simak Jawabannya dari Sudut Pandang Ilmiah


Kemana Jiwa Setelah Manusia Mati? Simak Jawabannya dari Sudut Pandang Ilmiah

Ilustrasi: Misteri jiwa manusia. (Gambar via curiosmos.com)

(Pesisirnews.com) - Pembahasan kemana jiwa manusia setelah ia mati telah menjadi perdebatan selama berabad-abad di antara para pemikir universal.

Diluar dari konteks agama dan berbagai keyakinan religiusitas yang ada di muka Bumi, jika Anda bertanya kepada para ilmuwan tentang jiwa, kemungkinan besar mereka akan memberi tahu Anda bahwa sifat jiwa yang penuh teka-teki dan sulit dipahami telah menghasilkan pemahaman yang berbeda-beda, meskipun berbagai bidang ilmiah mencoba mempelajarinya.

Namun, sekarang sekelompok ilmuwan percaya bahwa mereka telah selangkah lebih dekat untuk memahami sifat misterius dari kesadaran dan jiwa manusia dan mengatakan bahwa itu (jiwa) tidak mati, tetapi kembali ke alam semesta.

Pemikiran ilmuwan ini berdasarkan pada penemuan getaran kuantum di 'mikrotubulus' di dalam neuron otak yang mendukung teori kesadaran yang kontroversial.

Dilansir dari laman curiosmos.com, menurut dua ilmuwan terkemuka bernama Stuart Hameroff, seorang Fisikawan dan Emeritus Amerika di Departemen Anestesiologi dan Psikologi, dan Sir Roger Penrose, seorang fisikawan matematika di Universitas Oxford, otak manusia adalah komputer biologis, dan kesadaran manusia hanyalah sebuah program perangkat lunak yang diaktifkan oleh 'komputer kuantum bio' di dalam otak.

Pada tahun 1996, kedua ilmuan ini mengerjakan teori yang disebut Teori Kesadaran Kuantum. Teori ini bisa menunjukkan bahwa jiwa manusia itu nyata dan terkandung dalam mikrotubulus sel-sel otak. Selanjutnya, itu terus ada bahkan setelah kematian.

Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa apa yang manusia pahami sebagai kesadaran sebenarnya adalah hasil dari efek gravitasi kuantum di dalam apa yang disebut mikrotubulus.

Menurut Hameroff dan Penrose, otak manusia adalah komputer biologis, dan kesadaran dapat diterjemahkan ke dalam sesuatu seperti program yang dijalankan oleh komputer kuantum di dalam otak.

Menariknya, mereka berpendapat bahwa program ini dapat terus berfungsi bahkan setelah kematian biologis.

Proses ini dinamai menurut nama kedua ilmuwan tersebut sebagai “Orchestrated Objective Reduction” (Orch-OR).

Teori mereka mengatakan bahwa ketika orang melewati fase yang disebut sebagai 'kematian klinis', mikrotubulus otak kehilangan keadaan kuantumnya. Namun, mereka mempertahankan informasi yang terkandung di dalamnya.

Halaman :
Penulis:

Editor: Anjar