Islam

PUASA ARAFAH BERBEDA DENGAN WAKTU WUKUF DI ARAFAH

pesisirnews.com pesisirnews.com
PUASA ARAFAH BERBEDA DENGAN WAKTU WUKUF DI ARAFAH
Pemerintah telah menetapkan awal Dzulhijjah 1444 H. Bertepatan dengan tanggal 20 Juni 2023. Maka Idul Adha jatuh pada hari Kamis tanggal 29 Juni 2023. Otomatis puasa Arafah pada hari Rabu tanggal 28 Juni. Ketetapan Pemerintah Republik Indonesia berbeda dengan pemerintah Arab Saudi yang menetapkan Idul Adha 1444 H. pada hari Rabu, 28 Juni 2023 yang berarti puasa Arafahnya pada hari Selasa 27 Juni. Masalahnya, puasa Arafah di Indonesia bertepatan dengan hari raya Idul Adha di Mekkah, sedangkan puasa saat lebaran itu hukumnya haram dan puasa Arafahnya juga berbeda dengan orang yang sedang wukuf di Arafah.


Memang idealnya puasa hari Arafah bersamaan dengan jemaah haji yang sedang berkumpul wukuf di Arafah. Sebab namanya saja puasa hari Arafah. Demikian ini pendapat mazhab Maliki yang seluruh dunia menggunakan kalender global sehingga menggunakan satu wilayah penanggalan. Dalam ilmu fikih disebut satu mathla’ (wihdatul mathali’). Seperti waktu puasa Arafah mengikuti jadwal wukuf di Arafah. Sebab sunnah puasa Arafah hanya bagi orang yang tidak sah melaksanakan ibadah haji. Sedangkan bagi jemaah haji tidak disunnahkan puasa Arafah. Bahkan jika jemaah haji berpuasa Arafah dianggap berlebihan dalam beragama (ifrath).


Namun mazhab Syafi’i dan juga dianut oleh ulama kontemporer bahwa puasa hari Arafah tidak terkait dengan pelaksanaan jamaah haji berkumpul dan berwukuf di Arafah. Sebab letak geografi yang luas tentu masing-masing wilayah dan negara memiliki perbedaan waktu dan kemungkinan melihat hilal di awal bulan. Hal ini dikenal dalam istilah fikih Islam dengan sebutan ta’addud al mathali’. Maka pelaksanaan puasa sunnah hari Arafah sah berbeda hari dan waktu dengan Mekkah di Arab Saudi karena memang beda negara dan beda mathla’. Ada beberapa dalil dan argumentasi yang memperkuat pendapat tersebut, ialah puasa sunnah hari Arafah itu waktunya tanggal 9 Dzulhijjah bukan waktu jamaah haji berkumpul wukuf di Arafah, sebagaimana Sabda Rasulullah saw. :


كَانَ رَسُولُ الل'هِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِس'عَ ذِى ال'حِجَ'ةِ وَيَو'مَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَ'امٍ مِن' كُلِ' شَه'رٍ أَوَ'لَ اث'نَي'نِ مِنَ الشَ'ه'رِ وَال'خَمِيسَ


“Rasulullah saw.biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijjah, pada hari Asyura (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya, awal bulan di hari Senin dan Kamis.”


Hadits tersebut menyebut tanggal 9 Dzulhijjah waktu puasa Arafah bukan harus bersamaan dengan waktu waktu wukuf di Arafah. Jika ditelaah sejarah disunnahkannya ibadah puasa hari Arafah itu bersamaan dengan perintah puasa Ramadhan dan sunnah shalat Idul Fitri dan Idul Adha pada tahun kedua hijriyah. Tahun itu belum ada orang berwukuf di Arafah karena perintah pelaksanaan ibadah haji pada tahun ke 10 hijriyah. Berarti ada rentang 8 tahun pelaksanaan puasa hari Arafah tidak bersamaan dengan orang wukuf di Arafah.


Demikian juga hadits Kuraib menunjukkan bahwa Ibnu Abbas mengambil sikap berbeda dengan Mu’awiyah karena perbedaan melihat hilal antara Syam ( Syiria) dengan Madinah. Padahal saat itu, Muawiyah dan seluruh penduduk Syam mengakhiri puasa Ramadhan di hari kami Kamis dan berlebaran hari Jum’at karena sudah melihat bulan saat Kuraib berada di Syam. Akan tetapi karena Ibnu Abbas di Madinah belum melihat hilal pada malam Jum’at maka menyempurnakan (istikmal) puasanya 30 hari sehingga berlebaran pada hari Sabtu. Ini menunjukkan bahwa antar negara dimungkinkan berbeda dalam mengakhiri dan mengawali bulan hijriyah karena beda wilayah melihat hilal (ta’addud al mathali’).

Penulis: pesisirnews.com