Artikel

Jangan Bercanda Soal Janda!

Pesisirnews.com Pesisirnews.com
Jangan Bercanda Soal Janda!

Menyandang status sebagai seorang janda adalah perjuangan tersendiri bagi perempuan di Indonesia. Budaya patriaki membuat status janda masih dianggap aib di masyarakat. Penilaian buruk seakan melekat dan menempatkannya lebih rendah dibanding perempuan berstatus gadis (belum menikah) dan perempuan bertatus istri (bersuami). Sedangkan lelaki berstatus duda tidak pernah dinilai lebih rendah dari perjaka, malah seringkali kata keren disematkan dibelakangnya.


Selentingan negatif memang mudah sekali bertebaran mengelilingi hidup seorang janda bahkan tanpa mereka melakukan apa-apa. Ramah sedikit salah. Senyum sedikit lebar saja bisa jadi masalah. Serba salah. Lagi-lagi, ini tidak dihadapi oleh mereka yang berstatus duda.



Seringkali orang menggunakan status janda sebagai tema untuk bercanda. Dulu ini biasa terjadi dalam pembicaraan para lelaki di pertemuan langsung. Tapi dengan kemajuan teknologi perilaku itu semakin terfasilitasi. Dulu bercanda soal janda hanya jadi bahan obrolan atau hiasan di belakang bak truk. Sedangkan sekarang gambar-gambar (meme), video, lirik lagu, kalimat-kalimat (caption) dan percakapan dengan konten yang tidak sopan sampai nyinyir tentang janda sudah biasa dibagikan dan menghiasi grup wa atau akun sosial media banyak orang.


Kebanyakan lelaki mengganggap bercanda soal janda sebagai senda gurau biasa dan bukan hal penting. Mereka tak sadar sedang berurusan dengan perasaan wanita, makhluk yang melahirkannya ke dunia. Efek candaan ini juga tidak sesepele yang dibayangkan. Sudah terbukti, gara-gara candaan soal janda seorang suami dengan teman-temannya di media sosial, yang kemudian dibaca istri hampir saja membuat rumah tangganya berantakan. Yang lebih menyedihkan lagi, sekarang para istri pun banyak yang berbagi meme nyeleneh berisi kalimat meremehkan atau merasa terancam akan keberadaan janda. Sungguh itu perilaku miskin empati yang dilakukan oleh sesama perempuan. Tega.


Padahal bagi banyak janda (karena belum tentu semua) perilaku diatas adalah suatu bentuk olok-olok yang menggoreskan luka. Terkadang juga merasa terhina. Candaan soal janda hampir selalu menggunakan kata atau kalimat yang tidak patut dan memosisikan janda sebagai seseorang yang tak berdaya, kurang kasih sayang hingga dianggap sebagai penggoda laki-laki.


Karena itu juga banyak istri merasa tidak aman (insecure) saat tahu di lingkungan tempat tinggal atau tempat kerja suaminya ada perempuan berstatus janda. Sedangkan para lelaki yang tidak punya hati banyak mendekati karena menganggap janda itu mudah digoda dan dimanfaatkan. Atau sebaliknya beberapa lelaki langsung jaga jarak saat tahu temannya ada yang baru saja menjanda karena khawatir dicurigai istri.


Tidak dipungkiri mungkin memang ada segelintir janda yang berniat atau terjerumus hal-hal yang negatif. Padahal, begitu pula, pasti ada gadis atau perempuan berstatus istri yang menjadi penggoda bahkan perusak rumah tangga orang. Tapi kenapa label penggoda itu hanya melekat pada janda? Jelas ini bukan sekedar karena personal, ini soal stigma atas statusnya. Lalu siapa yang turut melanggengkan stigma negatif janda itu? Ya para lelaki, salah satunya lewat konten candaan yang temanya tidak peka dan kebablasan.


Justru di kehidupan nyata lebih banyak janda baik-baik yang berjuang menjaga muruahnya sebagai perempuan. Berjuang menjunjung tinggi martabatnya dan menolak dipandang sebelah mata oleh lingkungan. Kenapa disebut berjuang? Karena menjadi janda itu sulit, Sayang.


Perpisahan dalam rumah tangga, baik disebabkan oleh perceraian apalagi kematian tidak pernah menjadi keinginan setiap perempuan. Dan takdir itulah yang membuat ia mau tak mau harus menyandang status janda. Tapi kehidupan harus terus dilanjutkan, maka seorang janda harus berdamai dengan keadaan dan menerima kenyataan. Status baru itu pula yang akan membuat banyak hal berubah dalam hidupnya.


Seorang janda biasanya menanggung beban lebih berat daripada duda, apalagi jika telah memiliki anak. Karena perasaan keibuan yang kuat, biasanya anak akan ikut ibunya setelah orang tuanya bercerai. Ini seringkali membuat Si Ayah tidak menafkahi anaknya karena merasa itu sudah kewajiban mantan istrinya. Apalagi jika berpisahnya tidak baik-baik, hal itu semakin mungkin terjadi. Tentu tidak semua kasus begini.


Sedangkan untuk kasus cerai meninggal, Si Ibu harus bertanggung jawab penuh menafkahi diri dan anaknya. Kenyataan semakin menantang jika sebelumnya Si Ibu adalah seorang Ibu Rumah Tangga biasa. Ia harus berubah dari tulang rusuk menjadi tulang punggung. Padahal dalam hukum waris Islam (agama yang saya anut) tanggung jawab itu seharusnya bukan berada di pundaknya. Tapi tak ada alasan, kehidupan terbaik untuk anaknya harus diperjuangkan.


Menjadi janda artinya harus siap menjadi penanggung jawab utama pendidikan anak-anaknya. Mengisi peran ibu sekaligus ayah untuk mereka dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu waktu sulit yang harus dilewati ialah saat harus mengurus anak-anaknya yang sakit. Ia harus menguatkan fisik dan hati untuk melalui masa itu tanpa teman untuk berbagi beban. Selain itu, ia juga mau tak mau harus melakukan pekerjaan rumah yang sebelumnya dilakukan oleh laki-laki/suaminya. Jelas tidak mudah menjalankan peran dan tanggung jawab yang tiba-tiba berlipat ganda dan harus dilakukan bersamaan.


Selain peran diatas seorang janda juga harus berhadapan dengan dirinya sendiri. Ia harus berjuang keluar dari rasa kehilangan yang seringkali membuatnya gamang. Ia harus berusaha menghalau rasa kesepian karena kesendirian. Ia harus berhasil menyembuhkan hatinya sambil menguatkan hati anak-anaknya. Ia harus keluar dari rasa trauma kehilangan.


Bagaimana pun buruknya perpisahan yang sudah dilalui, perasaan kehilangan dan kesepian tetap akan mendera karena pasti ada kenangan bersama mantan pasangan yang diputar ulang dalam ingatan. Merindukan perasaan diayomi, dilindungi atau ditemani seperti sebelumnya. Apalagi jika perpisahan disebabkan oleh takdir Tuhan, bangkit dari perasaan kehilangan adalah perjuangan yang butuh waktu cukup panjang. Mengisi kesepian setelah ditinggalkan adalah masa-masa berat yang menyita kewarasan. Para janda cerai meninggal itu terus berusaha berserah dan mengimani takdir sambil memulihkan kondisi psikisnya masing-masing.


Janda juga harus menghadapi tekanan sosial lainnya. Misalnya suatu saat hatinya sudah mulai membaik dan ingin membuka lembaran baru, Ia lalu bertemu dengan seorang lelaki dan jatuh cinta. Sayangnya ternyata Si Janda terlahir lebih dulu alias lebih tua dari si laki-laki. Maka biasanya penilaian buruk dan penolakan akan langsung muncul dari keluarga pihak lelaki. Sudahlah janda, lebih tua pula.


Padahal cinta dan kecocokan tidak mengenal umur dan status, tapi fikiran buruk penolakan sudah datang duluan di kepala banyak orang termasuk Si Janda. Ia merasa khawatir dan tidak pantas. Ia juga menghadapi pergulatan batin yang sulit akibat memikirkan penilaian orang atas dirinya jika menikah dengan lelaki lebih muda itu. Repot memang, tapi itulah yang terjadi. Tidak semua janda mengalami, tapi banyak yang menjalani lalu akhirnya memilih mundur.


Lebih rumit lagi jika si janda jatuh cinta pada laki-laki yang sudah beristri. Hanya jatuh cinta saja, tapi entah penilaian buruk macam apa yang akan ia terima dari masyarakat. Tidak melakukan apa-apa saja sudah dituduh genit dan mengganggu rumah tangga orang. Apalagi sampai jatuh cinta. Padahal harus dibedakan antara hanya menyimpan rasa dan menjadi pelakor. Karena itu, seorang janda harus pintar-pintar mengatur perasaannya jika tidak ingin hidupnya semakin pelik. Ia juga harus memegang prinsipnya kuat-kuat agar tidak terlibat masalah.


Dengan semua kesulitan yang harus dihadapi itu, apakah terlalu berlebihan jika para janda ini mengharapkan sedikit saja pengendalian diri dari pihak lain dengan tidak menggunakan statusnya sebagai bahan bercanda atau nyinyir?


Mereka sadar jika statusnya rawan fitnah, maka bantulah agar tidak dianggap rendah. Terbayang tidak? menjalani peran itu saja sudah menguras kesabaran, maka tolong jangan tambah lagi dengan rasa sakit di hati karena mendengar atau melihat candaan soal status yang tidak pernah mereka impikan itu. Berempatilah sedikit saja, tahan lisan dan jari, pikirkan sebelum berbagi, karena bahkan status janda itu juga mulia di dalam kitab suci.


Terakhir, rasanya pas sekali jika tulisan ini ditutup dengan mengutip status salah satu teman fesbuk saya di akhir Oktober lalu:


Kalau Bapakmu meninggal, maka Ibumu akan jadi janda. Pun ketika anak perempuanmu ditinggal meninggal menantu lelakimu, ia akan jadi janda. Kalau dirimu yang meninggal, istrimu juga akan jadi janda. Jadi STOP ya bercanda soal janda, karena itu bisa jadi sembilu di hati mereka.


Salam.

Ibu satu anak, seorang janda yang bersuara.


Penulis: Zanoer

Sumber: Finroll.com