Politik

Baleg DPR Belum Sepakat Sistem Pencalonan Paket Pilkada


Baleg DPR Belum Sepakat Sistem Pencalonan Paket Pilkada
Baleg DPR Belum Sepakat Soal Sistem Pencalonan Paket Pilkada Pengesahan Perppu Pilkada menjadi undang-undang di paripurna DPR (ANTARA)
JAKARTA, PESISIRNEWS.com - Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai mengharmonisasikan poin-poin Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Secara Langsung (UU Pilkada Langsung) untuk direvisi bersama Panitia Kerja Revisi UU tersebut. Masih terdapat poin yang belum disepakati antar fraksi diantaranya soal sistem paket untuk pencalonan kepala daerah.

Fraksi Partai Demokrat dan PDIP menjadi fraksi yang menolak pencalonan kepala daerah dengan sistem paket.
Wakil Ketua Baleg Fraksi Demokrat Saan Mustofa mengatakan, fraksinya tidak menyetujui sistem paket lantaran cukup kepala daerah saja yang dipilih dalam pilkada.

Sebabnya selama ini dengan digunakannya sistem paket selalu muncul konflik antara kepala daerah dengan wakilnya akibat sama-sama merasa memiliki legitimasi karena dipilih secara langsung. "Bahkan ada yang sejak awal sudah berkonflik," ujar Saan saat ditemui wartawan usai rapat Baleg di DPR, Jakarta, Kamis (5/2).

Ia melanjutkan, konflik antara kepala daerah dan wakilnya biasanya semakin terbuka setelah satu hingga dua tahun menjelang pilkada selanjutnya. "Akibatnya, tentu akan berdampak pada pelayanan pemerintah daerah pada publik," tegas Saan.

Sementara itu, anggota Baleg dari Fraksi PDIP Arif Wibowo menyatakan, fraksinya mendukung agar pencalonan tidak dibuat secara paket. Sebabnya, dalam sistem paket, perlu dipertanyakan sejauh mana visi misi menjadi program pasangan atau hanya kepala daerahnya saja.

"Dalam pilpres visi misi dibuat oleh presiden. Sementara itu, wakil presiden hanya membantu dan harus tunduk terhadap visi misi tersebut," ujar Arif pada kesempatan terpisah.

Ia melanjutkan, kalau kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih publik, keduanya akan merasa memiliki legitimasi sebab sama-sama dipilih masyarakat. Sehingga tidak akan peduli lagi soal kedudukan dan tugasnya sehingga keduanya tidak mau mengalah. "Konflik ini tentu akan mengganggu jalannya pemerintahan," kata Arif.

Pendapat berbeda disampaukan anggota Baleg Fraksi PAN Yandri Susanto. Dia mengatakan sistem paket lebih sederhana dibandingkan tidak paket. Pasalnya pencalonan tidak paket akan menimbulkan persoalan sendiri.

"Kalau penunjukkan langsung wakil kepala daerah oleh kepala daerah terpilih dalam sistem tidak paket, khawatirnya masyarakat malah kecewa dengan pilihan kepala daerah. Sebab masyarakat tidak diberikan kesempatan untuk memilih," ujar Yandri pada Gresnews.com, Kamis (5/2).

Yandri berargumen, sistem paket ditolak sejumlah fraksi lain karena sering timbulnya konflik antara kepala daerah dan wakil kepala daerah. Menurutnya, solusinya dibuat kode etik soal kepala daerah dan wakilnya. "Kalau aturannya sudah jelas, maka akan memperkecil potensi gesekan antara pimpinan kepala daerah," tegasnya.

Ia menyarankan kalau tidak memungkinkan dimasukkan ke dalam UU, maka bisa dimasukkan ke dalam peraturan pemerintah.

Sebelumnya, DPR akan merevisi UU Pilkada langsung yang berasal dari pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada Langung. Perppu yang dikeluarkan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir masa pemerintahannya itu, dinilai DPR, masih memiliki banyak kekurangan.

Akhirnya, meski DPR menerima Perppu tersebut, DPR langsung merevisinya untuk keperluan pilkada langsung dengan habisnya masa jabatan sebanyak 204 kepala daerah pada 2015.gresnews.com
Penulis: