Daerah

Paripurna LKPj Gubri Tahun 2016, Dewan Soroti Masalah Disiplin PNS


Paripurna LKPj Gubri Tahun 2016, Dewan Soroti Masalah Disiplin PNS
Irwansyah
PESSIRNEWS.COM, PEKANBARU - Anggota DPRD Riau menggelar rapat
paripurna Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur Riau
tahun 2016, Senin (3/4/2017). Rapat Paripurna dihadiri oleh 33 orang dari 65 orang anggota DPRD dan
dipimpin Wakil Ketua DPRD Riau Sunaryo, sementara itu dari pihak Pemprov
Riau diwakili oleh Sekda Ahmad Hijazi dan Kepala Dinas, Badan beserta
unsur Forkominda Pemprov Riau.



Dalam sidang paripurna ini, Fraksi Golkar melalui juru bicaranya Masgaol Yunus SH menyoroti masalah disiplin PNS.



"Banyak Pegawai Negeri Sipil yang mengobrol di kedai kopi, dan yang
wanitanya ramai di temukan di mall, ini sangat tidak bagus dan gubernur
diminta untuk mengatasi masalah ini," kata Masgaol dalam pembacaan
pandangan umum Partai Golkar, di ruang sidang paripurna DPRD Riau.



Ditambahkan oleh Masgaol, seharusnya pihak Satpol PP libih intens lagi
untuk merazia keberadaan PNS di kedai kopi dan mall saat jam kerja.



Selain itu, Fraksi Golkar juga menyoroti potensi pariwisata menjadi
salah satu target pemasukan devisa. "Ini berhubungan lagsung dengan
meningkatkan kesejahteraaan masyarakat," tambahnya lagi.



Kemudian pandangan Fraksi PDIP melalui Sugeng Pranoto, bahwa dari segi
Manajemen LKPj mengandung 2 unsur penting mengevaluasi apa yang sudah
dilakukan dan proyeksi guna pembenahan kedepan dengan target dan capaian
yang lebih baik tentunya.



"Pada pidato pengantar Pemprov Riau dinyatakan goncangan ekonomi
berefek signifikan terhadap ekonomi daerah namun, ironisnya dalih
tersebut bertolak belakang dengan kinerja Pemprov Riau, sehingga muncul
kesan mencari kesalahan eksternal tapi lalai membenahi internal. Bisa
dilihat pengelolaan Keuangan Daerah APBD kinerjanya masih jauh dari
harapan, dengan realisasinya hanya 84,19 persen, belum lagi kebiasaan
Silpa tahun 2016 Rp2 triliun, padahal Dana Mengendap di Bank periode
Desember 2016 mendapat peringkat ke-3 se-Indonesia kategori Pemprov
dengan simpanan terbesar di Perbankan yaitu dengan nilai sebesar Rp2,32
triliun," terangnya.



"Periode Agustus 2016 di peringkat ke-4 dengan nilai sebesar Rp2,867
triliun. Sesuatu yang tidak membanggakan tentunya," lanjut Sugeng.



Mengenai realisasi tahun 2016 Anggaran Belanja Langsung dan Belanja
Modal masing-masing 84,19 persen dan 87,15 persen, kata Sugeng, padahal
keduanya vital. Disamping itu, Evaluasi Kinerja Kementrian atau Lembaga
dan Pemerintahan Propinsi tahun 2015 yang dipaparkan di Kementrian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB)
memposisikan Pemprov Riau di posisi 25 dengan nilai 54,73 dan memperoleh
predikat CC artinya cukup.



"Atas tidak optimalnya realisasi Bansos. Kendala ada pada syarat
pencairan dari calon penerimaan tidak lengkap. Kenyataannya persoalan
justru datang dari Pemprov Riau sendiri. Banyak calon penerimaan Bansos
telah melengkapi persyaratan sebagaimana diminta pada pengajuan usulan
sebagaimana Permendagri nomor 14 tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian
Hibah dan Bansos. Akan tetapi, tidak juga bisa direalisasikan dengan
alasan kendala waktu, biaya dan tenaga verifikasi dan alasan lain yang
cenderung dibuat-buat. Padahal dalam pidato pengantar LKPj Kepala Daerah
menyinggung bahwa Pendekatan Pembangunan terkonsentrasi pada rakyat
sebagai subjek dan berorientasi pemberdayaan. Adapun Bansos merupakan
wujud pemberdayaan peran masyarakat," terangnya lagi.



 







Terkait pembenahan kinerja keuangan mencakup pendapatan realisasi
kegiatan dan serapan anggaran, kata Sugeng, pihaknya di Fraksi PDIP
meminta kepada Kepala Daerah menempatkan individu yang cepat
berorientasi dan merespon hal-hal terkini serta member masukan dan
berani berimprovisasi dengan tetap mengacu kepada peraturan yan berlaku.



"Pemprov Riau masih dinilai lamban dalam menindaklanjuti urusan
pemerintahan. Terutama yang terkait konkren antar Pemerintahan Pusat dan
Provinsi. Sebagaimana dalam UU No. 23 tahun 2014 dengan mempersiapkan
payung hukum atau Perda yang dapat menunjang implementasi dari
kewenangan tersebut. Seperti Izin Usaha Perikanan Tangkap yang
seharusnya sudah menampakkan pendapatan. Urusan seperti ini bisa
ditindaklanjuti melalui Peraturan Gubernur," sarannya.



"Karena Peraturan Gubernur sudah diakui keberadaannya dan punya
kekuatan hukum yang mengikat. Pergub pun sudah lebih cepat sebab tidak
pernah rancangan dan pembahasan bersama DPRD. Selain menyiapkan peluang
pemasukan dan leletnya respon juga berdampak pada terhambatnya kinerja
keuangan dan realisai kegiatan, misalnya urusan pendidikan, kesehatan,
dan pelimpahan kewenangan lainnya. Implikasinya banyak urusan wajib
terbengkalai, target kegiatan realisasi tidak tercapai dan dana
mengendap di bank yang tidak terpakai. Padahal manfaatnya sangat
dibutuhkan bagi masyarakat Riau," pugnkas Sugeng.



Sementara dari Fraksi Demokrat disampaikan juru bicara Nasril,
menyinggung penerapan the principle of good financial government dalam
pengelolaan keuanngan daerah. "Penurunan angka pengangguran dan
pengentasan kemiskinan yang sejalan program Satker Provinsi Riau kami
pandang sebagai kinerja postif, namun mohon tangkapannya realitas angka
tersebut sejauh mana berperan pada kesejahteraan masyarakat," kata
Nasril.



Ia mengatakan pengentasan kemiskinan jika dibandingkan pada 2015, pada
2016 telah terjadi persentase penurunan. "Untuk itu, fraksi Demokrat
pada LKPj Gubernur Riau memberi pandangan optimisme," terangnya.



Sementara lima Fraksi lainnya di DPRD Riau, dalam pandangan umumnya
menitikberatkan pengentasan kemiskinan, keterbukaan lapangan kerja,
program-program kesejahteraan yang masih diperlukan adanya peningkatan
pelayanan Publik. (irw/advertorial)

Penulis: