International

Dua Jenderal di Sudan Berperang Jelang Idulfitri, Ratusan Warga Sipil Tewas, Ribuan Terluka


Dua Jenderal di Sudan Berperang Jelang Idulfitri, Ratusan Warga Sipil Tewas, Ribuan Terluka

Tentara Sudan, yang setia kepada panglima militer Abdel Fattah al-Burhan, berpose di pangkalan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di kota Laut Merah Port Sudan pada 16 April 2023. (AFP)

KHARTOUM (Pesisirnews.com) - Selama akhir pekan menjelang memasuki hari raya Idulfitri 1444 H, pertempuran meletus di Khartoum dan tempat lain di Sudan. Dua jenderal saling bersaing untuk menguasai negara dengan perang saudara yang membayangi.

Pada April 2018 lalu, aktivis dan masyarakat sipil membantu milter menggulingkan kediktatoran Omar al Bashir yang berkuasa selama hampir 30 tahun di Sudan. Para jenderal militer yang menyingkirkan Bashir mengadakan perjanjian pembagian kekuasaan dengan para pemimpin sipil. Rencananya adalah untuk beralih ke kontrol sipil penuh atas pemerintah pada November 2021.

Tetapi satu bulan sebelum tenggat waktu itu, dua pemimpin militer yakni panglima militer Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan wakilnya, Jenderal Mohamed Hamdan Daglo yang memimpin Pasukan Dukungan Cepat (RSF)/paramiliter melakukan pembersihan pemimpin sipil dari pemerintahan Sudan.

Belum lama mengendalikan pemerintahan, kedua jenderal itu saling berebut kekuasaan. Perebutan kekuasaan selama berminggu-minggu meledak menjadi konflik bersenjata pada Sabtu lalu antara pasukan panglima militer Jenderal Abdel Fattah al-Burhan melawan pasukan Mohamed Hamdan Daglo.

Pertempuran pecah setelah perselisihan sengit antara Burhan dan Daglo atas rencana integrasi RSF ke dalam tentara reguler sebagai syarat utama untuk kesepakatan akhir yang bertujuan mengakhiri krisis sejak pengambilalihan penuh pemerintah dari tangan sipil pada 2021, yang menggagalkan transisi menuju demokrasi.

Di Twitter, Daglo meminta komunitas internasional untuk campur tangan terhadap Burhan, dan mencapnya sebagai "Islamis radikal yang membom warga sipil dari udara".

"Kami akan terus mengejar Al-Burhan dan membawanya ke pengadilan," kata Daglo.

Pernyataan Daglo itu sayangnya juga bertentangan dengan perbuatan pasukan RSF dan pendahulunya Janjaweed di Darfur di mana mereka sebelumnya telah dituduh melakukan kekejaman dan kejahatan perang.

Analis mengatakan pertempuran di ibu kota negara yang secara kronis tidak stabil itu belum pernah terjadi sebelumnya dan dapat berlangsung lama, meskipun ada seruan regional dan global untuk gencatan senjata yang dimobilisasi diplomat asing untuk perdamaian.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan pada Selasa bahwa dia telah berbicara dengan dua jenderal itu dan "menggarisbawahi perlunya gencatan senjata".

"Terlalu banyak nyawa warga sipil telah hilang," cuit Blinken, seraya menambahkan bahwa dia menekankan pentingnya memastikan keselamatan personel diplomatik dan pekerja bantuan kemanusiaan.

Halaman :
Penulis:

Editor: Anjar